contoh – contoh kasus kejahatan komputer berdasarkan pasal-pasal dalam uuite
UNDANG UNDANG ITE dan contoh kasus
1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet
& Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang ini, yang telah disahkan
dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini
belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun
diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat
pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung
hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah
kepastian hukum.
a. Pasal 27 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana pasal 45(1)
KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Diatur pula dalam KUHP
pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
b. Pasal 28 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
c. Pasal 29 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang berisi ancaman kekerasaan atau menakut-nakuti yang dutujukkan
secara pribadi (Cyber Stalking). Ancaman pidana pasal 45 (3) Setiap orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
d. Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer dan/atau system elektronik
dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system
pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3
setiap orang yang memebuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda
paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
e. Pasal 33 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang
berakibat terganggunya system elektronik dan/atau mengakibatkan system
elektronik menjadi tidak bekerja sebagaiman mestinya.
f. Pasal 34 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual,
mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan atau
memiliki.
g. Pasal 35 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik tersebut seolah-olah data yang otentik (Phising = penipuan situs).
2) Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk
kasus carding.
Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan.
Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman
dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh
pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
diinginkannya.
Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran
nama baik dengan menggunakan media Internet.
Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat
permainan judi yang dilakukan secara online di Internet dengan
penyelenggara dari Indonesia.
Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran
pornografi.
Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus
penyebaran foto atau film pribadi seseorang.
Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada
kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang
lain.
3) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta.
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang – Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan
dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan
dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer
bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang
khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut.
4) Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi Menurut Pasal 1 angka (1) Undang – Undang No 36 Tahun 1999,
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan
setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan
bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
5) Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen
Perusahaan Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang
Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm
dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai
tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau
ditransformasikan. Misalnya Compact Disk – Read Only Memory (CD –
ROM), dan Write – Once -Read – Many (WORM), yang diatur dalam Pasal
12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.
6) Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15
Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jenis tindak pidana yang
termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat
meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data
perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai
dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan.
7) Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Undang-Undang ini mengatur mengenai
alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain
berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital
evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan
kasus terorisme. karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan
dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan
fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di
lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit
dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan
adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan
menggunakan search engineserta melakukan propaganda melalui bulletin
board atau mailing list.
2.Kejahatan-kejahatan didunia maya
a. CARDING
Carding adalah berbelanja menggunakan nomor dan
identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya
dengan mencuri data di internet. Sebutan pelakunya adalah “carder”. Sebutan
lain untuk kejahatan jenis ini adalah cyberfroud alias penipuan di dunia maya.
Menurut riset Clear Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi yang berbasis
di Texas – AS , Indonesia memiliki “carder” terbanyak kedua di dunia setelah
Ukrania. Sebanyak 20 persen transaksi melalui internet dari Indonesia adalah
hasil carding. Akibatnya, banyak situs belanja online yang memblokir IP atau
internet protocol (alamat komputer internet) asal Indonesia. Kalau kita belanja
online, formulir pembelian online shop tidak mencantumkan nama negara
Indonesia. Artinya konsumen Indonesia tidak diperbolehkan belanja di situs itu.
Menurut pengamatan ICT Watch, lembaga yang mengamati dunia internet di
Indonesia, para carder kini beroperasi semakin jauh, dengan melakukan penipuan
melalui ruang-ruang chatting di mIRC. Caranya para carder menawarkan
barang-barang seolah-olah hasil carding-nya dengan harga murah di channel.
Misalnya, laptop dijual seharga Rp 1.000.000. Setelah ada yang berminat, carder
meminta pembeli mengirim uang ke rekeningnya. Uang didapat, tapi barang tak
pernah dikirimkan.
b. HACKING
Hacking adalah kegiatan menerobos program komputer
milik orang/pihak lain. Hacker adalah orang yang gemar ngoprek komputer,
memiliki keahlian membuat dan membaca program tertentu, dan terobsesi mengamati
keamanan (security)-nya. “Hacker” memiliki wajah ganda; ada yang baik dan ada
yang buruk. “Hacker” yang baik memberi tahu kepada programer yang komputernya
diterobos, akan adanya kelemahan-kelemahan pada program yang dibuat, sehingga
bisa “bocor”, agar segera diperbaiki. Sedangkan, hacker buruk, menerobos
program orang lain untuk merusak dan mencuri datanya.
c. CRACKING
Cracking adalah hacking untuk tujuan jahat. Sebutan
untuk “cracker” adalah “hacker” bertopi hitam (black hat hacker). Berbeda
dengan “carder” yang hanya mengintip kartu kredit, “cracker” mengintip simpanan
para nasabah di berbagai bank atau pusat data sensitif lainnya untuk keuntungan
diri sendiri. Meski sama-sama menerobos keamanan komputer orang lain, “hacker”
lebih fokus pada prosesnya. Sedangkan “cracker” lebih fokus untuk menikmati
hasilnya. Kasus kemarin, FBI bekerja sama dengan polisi Belanda dan polisi
Australia menangkap seorang cracker remaja yang telah menerobos 50 ribu
komputer dan mengintip 1,3 juta rekening berbagai bank di dunia. Dengan
aksinya, “cracker” bernama Owen Thor Walker itu telah meraup uang sebanyak
Rp1,8 triliun. “Cracker” 18 tahun yang masih duduk di bangku SMA itu tertangkap
setelah aktivitas kriminalnya di dunia maya diselidiki sejak 2006.
d. DEFACING
Defacing adalah kegiatan mengubah halaman
situs/website pihak lain, seperti yang terjadi pada situs Menkominfo dan Partai
Golkar, BI baru-baru ini dan situs KPU saat pemilu 2004 lalu. Tindakan deface
ada yang semata-mata iseng, unjuk kebolehan, pamer kemampuan membuat program,
tapi ada juga yang jahat, untuk mencuri data dan dijual kepada pihak lain.
e. PHISING
Phising adalah kegiatan memancing pemakai komputer di
internet (user) agar mau memberikan informasi data diri pemakai (username) dan
kata sandinya (password) pada suatu website yang sudah di-deface. Phising
biasanya diarahkan kepada pengguna online banking. Isian data pemakai dan
password yang vital yang telah dikirim akhirnya akan menjadi milik penjahat
tersebut dan digunakan untuk belanja dengan kartu kredit atau uang rekening
milik korbannya.
f. SPAMMING
Spamming adalah pengiriman berita atau iklan lewat
surat elektronik (e-mail) yang tak dikehendaki. Spam sering disebut juga
sebagai bulk email atau junk e-mail alias “sampah”. Meski demikian, banyak yang
terkena dan menjadi korbannya. Yang paling banyak adalah pengiriman e-mail dapat
hadiah, lotere, atau orang yang mengaku punya rekening di bank di Afrika atau
Timur Tengah, minta bantuan “netters” untuk mencairkan, dengan janji bagi
hasil. Kemudian korban diminta nomor rekeningnya, dan mengirim uang/dana
sebagai pemancing, tentunya dalam mata uang dolar AS, dan belakangan tak ada
kabarnya lagi. Seorang rector universitas swasta di Indonesia pernah
diberitakan tertipu hingga Rp1 miliar dalam karena spaming seperti ini.
g. MALWARE
Malware adalah program komputer yang mencari kelemahan
dari suatu software. Umumnya malware diciptakan untuk membobol atau merusak
suatu software atau operating system. Malware terdiri dari berbagai macam,
yaitu: virus, worm, trojan horse, adware, browser hijacker, dll. Di pasaran
alat-alat komputer dan toko perangkat lunak (software) memang telah tersedia
antispam dan anti virus, dan anti malware. Meski demikian, bagi yang tak
waspadai selalu ada yang kena. Karena pembuat virus dan malware umumnya terus
kreatif dan produktif dalam membuat program untuk mengerjai korban-korbannya.
3. Sanksi/Pidana Kejahatan-kejahatan didunia maya
Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk
kasus carding.
Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan.
Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman
dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh
pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
diinginkannya.
Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran
nama baik dengan menggunakan media Internet.
Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat
permainan judi yang dilakukan secara online di Internet dengan
penyelenggara dari Indonesia.
Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran
pornografi.
Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus
penyebaran foto atau film pribadi seseorang.
Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada
kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang
lain.
C.Kesimpulan
Secanggih apapun teknologi jika tidak diiringi oleh
etika dalam pemakainnya akan menghasilkan penyalahgunaan yang dapat merugikan
orang lain. Walaupun setinggi apapun kecanggihan peraturan atau hukum yang
mengatur untuk tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran, jika manusia menginginkan
tentulah ada saja celah yang dapat digunakannya. Semuanya kembali pada etika
masing-masing individu.
Sebagai pengguna teknologi janganlah terlalu berbaik
sangka, berhati-hatilah terhadap kejahatan, jangan berikan kesempatan pada
orang lain untuk berbuat kejahatan, ingatlah “kejahatan tidak saja karena ada
niat pelakunya tetapi karena ada kesempatan.
contoh beberapa kasus yang terjadi :
1.Kasus : Nur Arafah / Farah
Waktu: Juli 2009 – Sekarang
Pekerjaan: Pelajar SMA (saat
kasus terjadi)
Media: Facebook
Substansi: Cacimaki
Motivasi: Marah lantaran cemburu
Konten: “Hai anjing
lu nggak usah ikut campur gendut. Kayak tante-tante enggak bisa gaya, emang lu
siapa. Urus saja diri lu yang jelek kayak babi. Sok cantik enggak bisa gaya
belagu. Nyokap lu nggak sanggup beliin baju buat gaya. Makanya lu punya gaya
gendut. Pantat besar lu kayak bagus aja. Emang lu siapanya UJ. Hai gendut
bangsat ya lu anjing”. Keterangan: Isi postingan Farah.
Pelapor: Felly Fandini Julistin
Hasil: Saat artikel ini
diposting, Farah masih menjalani proses pemeriksaan oleh Mapolresta Bogor. Dia
dianggap melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP, serta kemungkinan akan dikenakan
pula UU ITE, Pasal 27 ayat 3.
Dalam ketentuan Pasal
27 ayat (3) UU ITE yang menyatakan: Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Dari Pasal 27 ayat (3)
UU ITE dapat kita pahami bahwa cakupan pasal tersebut sangat luas. Mengenai,
perbuatan memberikan taut (hyperlink) ke sebuah situs yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik juga dapat dijerat
juga memenuhi unsur ketiga pasal tersebut. Karena itu mungkin dapat dipahami
mengapa sebagian orang melihat pasal tersebut sebagai ancaman serius bagi
pengguna internet pada umumnya. Walaupun di sisi lain, dalam UU ITE juga
dinyatakan bahwa suatu informasi/dokumen elektronik tidak dengan serta-merta
atau otomatis akan menjadi suatu bukti yang sah. Pasalnya, untuk menentukan
apakah informasi/dokumen eletronik dapat menjadi alat bukti yang sah masih
memerlukan suatu prosedur tertentu yaitu harus melalui sistem elektronik yang
diatur berdasarkan undang-undang tersebut.
(1)“Setiap orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
2.kasus video porno Ariel “PeterPan”
kasus video porno Ariel “PeterPan” dengan Luna Maya dan Cut Tari, video
tersebut di unggah di internet oleh seorang yang berinisial ‘RJ’ dan sekarang
kasus ini sedang dalam proses.
Pada kasus tersebut, modus sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan
atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan
penyerangan tersebut.
Penyelesaian kasus ini pun dengan jalur hukum, penunggah dan orang yang
terkait dalam video tersebut pun turut diseret pasal-pasal sebagai berikut,
Pasal 29 UURI No. 44 th 2008 tentang Pornografi Pasal 56, dengan hukuman
minimal 6 bulan sampai 12 tahun. Atau dengan denda minimal Rp 250 juta hingga
Rp 6 milyar. Dan atau Pasal 282 ayat 1 KUHP.
Pengaturan pornografi melalui internet dalam UU ITE
Dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga
tidak ada istilah pornografi, tetapi “muatan yang
melanggar kesusilaan”. Penyebarluasan muatan yang melanggar kesusilaan melalui internet diatur
dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE mengenai Perbuatan yang Dilarang, yaitu;
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pelanggaran terhadap pasal 27 ayat (1) UU ITE dipidana dengan pidana
penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 milyar (pasal
45 ayat [1] UU ITE)
3.Kasus perjudian dengan menggunakan sarana internet
dan SMS dapat dibongkar petugas unit Resmob dan Buncul Satreskrim Polwiltabes
Semarang.
.
Hukum UU ITE Tentang Judi via Internet: Pelanggaran Pasal
27 Ayat 2 UU No. 11 Tahun 2008
Lima orang bandar ditangkap berikut barang buktinya. Mereka bandar judi jenis
togel Singapura dan menjajakan kupon di daerah Salatiga. “Mereka kami tangkap
berkat laporan dari masyarakat. Setelah kami selidiki dan lakukan penyelidikan,
jaringan judi jenis togel Singapura ini kami bongkar. Lima orang bandar kami
amankan,” ungkap Kapolwiltabes Semarang Kombes Drs Masjhudi melalui Kasat
Reskrim AKBP Roy Hardi Siahaan SIK SH MH, Senin (16/2).
Tersangka Pokim alias Bagas (37) warga Kumpulrejo III,
RT 7 RW 3, Gedongan, Tingkir, Salatiga; Sulistyono (39) warga Jl Flamboyan RT 4
RW 4, Jombor, Tuntang, Kabupaten Semarang; Gustaf Watente (29) warga Jl
Purnasari RT 3 RW 2, Kemijen, Semarang Timur; ditangkap di Jalan Sudirman. Adapun
dua tersangka yang ditangkap belakangan, yakni Yulianto (35) dan Sri Lestari
(28) warga RT 9 RW 4, Pancuran, Tingkir, Salatiga, dibekuk di kediamannya
masing-masing.
Kasus judi online seperti yang dipaparkan
diatas setidaknya bisa dijerat dengan 3 pasal dalam UU Informasi dan Transaksi
Elektonik (ITE) atau UU No. 11 Tahun 2008. Selain dengan Pasal 303 KUHP
menurut pihak Kepolisian diatas, maka pelaku juga bisa dikenai pelanggaran
Pasal 27 ayat 2 UU ITE, yaitu “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
perjudian”. Oleh karena pelanggaran pada Pasal tersebut maka menurut Pasal 43
ayat 1, yang bersangkutan bisa ditangkap oleh Polisi atau “Selain Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik”. Sementara sanksi yang dikenakan adalah Pasal 45 ayat 1,
yaitu “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).”
http://jack-gambling.blogspot.com/2012/04/hukum-uu-ite-tentang-judi-via-internet.html
4. "Sedot
Pulsa”
•Februari 2012.
Mochmmad Feri Kuntoro, Bapak dua anak itu telah melaporkan pencurian pulsa yang
diduga dilakukan provider 9133 ke Polda Metro Jaya. Feri mengaku, setiap hari
pulsanya disedot sebanyak Rp2.000 ketika SMS konten masuk ke handphone-nya.
•SMS tersebut
sudah datang sejak bulan Maret dan hingga bulan Oktober belum bisa di-unreg
lantaran tidak ada panduan layanan pemberhentian konten tersebut. Atas kejadian
tersebut, Feri merasa dirugikan Rp60 ribu setiap bulan dan ditambah lagi
layanan dua nada sambung yang masuk ke nomor miliknya tanpa dilakukan
registrasi terlebih dahulu.
•Kepala Divisi Humas
Polri, Irjen Pol Saud Usman Nasution menyatakan pihaknya telah menetapkan satu
orang tersangka terkait kasus pencurian pulsa. Tersangka itu adalah Direktur
Utama PT Colibri Networks.
•Kasus tersebut
diatas merupakan pelanggaran pada UU ITE pasal 28 ayat 1 yang berbunyi :
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik".
•Yang terkena sanksi pidana dari pasal 45 ayat 2 yang berbunyi :
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
•Dan pasal 35:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
•Dikenakan sangsi
pidana sesuai dengan Pasal 51 yang berbunyi : “Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama
12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).”
http://jdih.ristek.go.id/?q=berita/andi-kasus-sedot-pulsa-lebih-tepat-dibawa-ke-perdata
5. UU ITE dan Pasal Mengenai Virus
UU ITE dan Pasal Mengenai Virus
Virus komputer dibuat oleh manusia
dan disebarkan/diproduksi oleh mesin komputer. Bila aparat penegak hukum mampu
untuk menangkap si pembuat virus dan membuktikan kejahatannya, maka pasal 32
ayat 1, pasal 33 dan pasal 36 (mengakibatkan kerugian) dapat digunakan untuk
menjerat si pembuat virus. Tentunya, Hakim dalam memutuskan perkara perlu
mempertimbangkan tingkat gangguan/akibat yang timbul dari jenis virus yang
disebarkan.
Virus dapat diklasifikasikan yaitu :
a. Tidak
berbahaya. Virus ini menyebabkan berkurangnya ruang disk untuk menyimpan data
sebagai akibat dari perkembangbiakannya.
b. Agak
berbahaya. Virus ini menyebabkan ruang disk penuh dan mengurangi fungsi lainnya
seperti kecepatan proses.
c. Berbahaya.
Virus ini dapat mengakibatkan kerusakan atau gangguan yang parah termasuk
kerusakan data dan sistem elektronik yang diselenggarakan.
Meskipun seseorang bukan sebagai
pembuat virus, tetapi dia dapat memanfaatkan virus komputer untuk merusak
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain. Jika memang
ada unsur kesengajaan untuk melakukan kejahatan seperti pada motif ini, maka
terhadap si pelaku dapat dijerat dengan , Pasal 33 UU ITE.
Ada pelanggaran tentu ada pula
hukuman/sangsi yang diberikan. Pelanggaran yang terjadi pada pasal 33 berkaitan
dengan pasal 49 yang berisi dengan hukuman yang diberikan atas pelanggaran yang
dilakukan.
Pasal 49
“Setiap orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah)”.