contoh kasus hoax dan penjelasannya tentang pemilu 2019
Ustaz Abdul Somad masuk timses Prabowo-Sandi
https://www.liputan6.com/pilpres/read/3635835/3-hoaks-yang-menghebohkan-terkait-pilpres-2019 |
Ustad Abdul Somad saat berceramah di Masjid Wilayah
Persekutuan Kuala Lumpur.
Dalam pesan
singkat WhatsApp (WA), beredar daftar nama juru kampanye nasional pasangan
Prabowo-Sandiaga. Pada urutan kelima, terdapat nama Ustaz Abdul Somad (UAS)
pada daftar tersebut.
UAS
membantah menjadi timses Prabowo-Sandi. Dalam akun Instagram-nya, UAS
mengunggah daftar nama-nama itu dan melingkari namanya dengan menuliskan
"Hoax". UAS memang sempat digadang-gadang menjadi cawapres Prabowo,
tapi dia menolak. Dia mengaku tak ingin terlibat ke dunia politik karena ingin
fokus ke dakwah.
3 dari 4 halaman
Surat Susilo Bambang Yudhoyono
https://www.liputan6.com/pilpres/read/3635835/3-hoaks-yang-menghebohkan-terkait-pilpres-2019 |
Surat SBY jadi cawapres Prabowo beredar.
Beberapa
waktu lalu, beredar surat mengatasnamakan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY), yang menjelaskan kesiapan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)
mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Surat itu tertanggal Sabtu, 4
Agustus 2018.
Berikut isi
surat yang beredar di media sosial:
"Demi
bangsa dan negara yang dicintainya, Agus Harimurti Yudhoyono Siap mengabdikan
diri untuk Indonesia 2019-2024. Bersama Bapak Prabowo, saya yakin Insya Allah
AHY bisa mengurangi kemiskinan di negeri ini. Mari kita sambut pemimpin baru
untuk Indonesia yang lebih baik. Cikeas 4 Agustus 2018."
Terkait hal
itu, Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan angkat bicara. Dia mengaku surat
tersebut tidak benar. "Hoaks," ujar Hinca kepada Liputan6.com.
4 dari 4 halaman
Survei Pilpres 2019
Meme bergambar hasil survei yang mengatasnamakan Indo
Barometer Hoaks. (Istimewa)
Sebuah meme
tentang Survei Pilpres 2019 tersebar. Dalam meme tersebut terdapat foto Jokowi
dan Prabowo yang menyertakan logo Indo Barometer dengan hasil survei Pilpres
2019 di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.
Meme
tersebut ramai di medsos dan terus menyebar di grup-grup Whatsapp. Indo
Barometer menegaskan meme itu hoaks. Menurut Qodari, angka-angka itu bukan
bersumber dari Indo Barometer.
"Hasil
survei itu tidak pernah dilakukan oleh Indo Barometer. Secara tegas Indo
Barometer menyatakan meme hasil survei Pilpres 2019 tersebut hoaks alias tidak
benar," kata Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari.
jelaskan pendapatmu mengenai
kasus audrey?
Ada beberapa
poin yang ingin saya tekankan dalam kasus ini. Beberapa diantaranya adalah
sebagai berikut:
[1] Saya
turut sedih dengan kejadian yang menimpa A. Kejadian ini tentu saja berpotensi
menyebabkan trauma psikologis yang sangat mendalam terhadap korban. Trauma
psikologis seperti ini berpotensi memicu munculnya gangguan kesehatan mental
ketika korban sudah dewasa. Diperlukan pendampingan intensif terhadap korban
agar ia mampu untuk bangkit kembali dan mampu untuk kembali berfungsi secara
maksimal dalam keseharian.
[2] Sangat
disayangkan, identitas korban dan pelaku dalam pemberitaan kasus ini tidak
disamarkan. Seharusnya, identitas korban dan pelaku yang melibatkan individu
yang tergolong di bawah umur dirahasiakan. Ini termasuk dalam child
protection policy yang sebenarnya sudah diatur dalam undang-undang dan
etika pers.Namun demikian, bagaimanapun
juga pelaku tetap salah karena sudah melakukan tindakan tidak terpuji kepada
korban.
[3] Hal yang
seharusnya difokuskan dalam kasus ini seharusnya adalah recovery psikologis
kepada korban, serta bimbingan dan modifikasi perilaku terhadap pelaku agar ia
tidak melakukan kesalahan serupa di masa depan. Banyak orang yang bilang bahwa
“hukum pelaku supaya jera!”. Pertanyaannya, apakah dengan menghukum Anda yakin
bisa memodifikasi perilaku menyimpang dari pelaku? Banyak kasus ketika
seseorang masuk penjara justru bertambah parah perilakunya, karena di penjara
mereka bertemu orang-orang yang bisa jadi me-reinforce perilaku negatif
yang ia lakukan. Terlebih, pelaku masih di bawah umur. Dengan demikian, perlu
dilakukan intervensi yang tepat yang tidak asal-asalan untuk mengoreksi
perilaku seseorang.
[4] Saya
tidak suka segala bentuk hukuman yang bersifat public shaming. Selain
tidak menyelesaikan masalah, bentuk public shaming ini malah justru bisa
memiliki dampak jangka panjang yang buruk yang berpotensi menambah
masalah-masalah lainnya.
[5] Berita yang beredar di internet ternyata ada
beberapa yang tidak benar. Silahkan baca utas berikut untuk mendapatkan
penjelasan yang lebih detail:
Kemarin saya nulis berita di @jakpost
tentang siswi SMP di Pontianak yang dikeroyok cewe2 SMA gara-gara masalah
mantan pacarnya sepupunya. Kalian pasti taulah kasusnya yang mana, ga perlu
saya kasih hashtag karena hashtagnya ngejembrengin nama korban yang masih di
bawah umur.
[6] Masih ingat
kasus tentang seseorang yang dibakar massa karena mencuri motor di Probolinggo?
mereka yang merundung pelaku ramai-ramai melalui dunia maya sebenarnya tak
ubahnya dengan warga yang membakar seorang pencuri motor tersebut.
[7] Semoga permasalahan ini dapat diselesaikan dengan
cara yang se adil-adilnya bagi kedua belah pihak dan dilakukan dengan cara yang
beradab.
dari kasus audrey tersebut pasal berapa terdapat pada UU ITE?
berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU SPPA, keadilan restoratif
adalah pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan diversi, yaitu penyelesaian
perkara pidana anak dengan cara musyawarah yang melibatkan anak dan orang
tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan
Pekerja Sosial Profesional.
"Akan tetapi, proses diversi ini hanya dapat dilakukan
untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah 7 tahun dan
bukan merupakan pengulangan tindak pidana (Pasal 7 UU SPPA)," tegasnya.
Lebih lanjut, Kasandra menuturkan, UU No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak telah memuat tindak pidana yang dapat dikenakan terhadap
penegak hukum yang dalam memeriksa perkara anak yang berhadapan dengan hukum
melakukan tindak kekerasan atau penyiksaan terhadap anak. Ketentuan tersebut
terdapat di dalam Pasal 80 ayat (1), (2), dan (3) sebagaimana tersebut di bawah
ini;
Pasal 80
Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman
kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp
72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat,
maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Dalam kasus Audrey ini juga diketahui kalau korban mengalami
kekerasan seksual. Para pelaku melakukan penyerangan di area alat kelamin
hingga mengalami pembengkakan. Beberapa sumber juga menjelaskan, tindakan ini
dilakukan agar alat kelamin korban tidak perawan lagi.
Dari paparan tersebut, Kasandra juga coba menganalisis
kekerasan seksual dan hukuman apa yang bisa diberikan untuk para pelaku.
Kasandra mengatakan, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dan Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 telah dijelaskan,
tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur merupakan sebuah
kejahatan kesusilaan yang bagi pelakunya harus diberikan hukuman yang setimpal.
Maksudnya, dengan dijatuhkan hukuman kepada si pelaku,
sehingga dapat kiranya tindakan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur
dapat dicegah sehingga perbuatan tersebut tidak terjadi lagi. Pasal 50 ayat 1
KUHP menyatakan, ada empat tujuan penjatuhan hukuman, yaitu:
1. Untuk mencegah terjadinya tindak pidana dengan menegakkan
norma- norma hukum demi pengayoman masyarakat.
2. Untuk memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan
sehingga menjadi orang yang lebih baik dan berguna.
3. Untuk menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak
pidana (memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai).
4. Untuk membebaskan rasa bersalah pada terpidana
Adapun dalam
KUHP, pasal-pasal yang mengatur tentang hukuman bagi pelaku pelecehan seksual
terhadap anak di bawah umur terdapat dalam pasal 287, dan 292 KUHP:
Pasal 287
ayat (1) KUHP berbunyi:
“Barang
siapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkawinan, padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas
tahun, atau umurnya tidak jelas, bahwa ia belum waktunya untuk dikawin, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
Tapi apabila
perbuatan persetubuhan itu menimbulkan luka-luka atau kematian maka bagi si
pelaku dijatuhkan hukuman penjara lima belas tahun, sebagai mana yang telah
ditetapakan dalam pasal 291 KUHP.
Pasal 292
KUHP:
“Orang
dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.”
Sedangkan di
dalam Undang -Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ada dua pasal
yang mengatur tentang ancaman hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap
anak di bawah umur yaitu pasal 81 dan pasal 82.
Pasal 81 bunyinya:
Setiap orang
yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp.300. 000. 000, 00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling
sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Pasal 82
yang bunyinya:
Setiap orang
yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp.300. 000. 000, 00 ( tiga ratus juta rupiah) dan paling
sedikit Rp. 60. 000. 000, 00 (enam puluh juta rupiah).
"Dari
paparan pasal- pasal tentang hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap
anak di bawah umur tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hukuman bagi
si pelaku bervariasi, bergantung kepada perbuatannya yaitu apabila perbuatan
tersebut menimbulkan luka berat seperti tidak berfungsinya alat reproduksi atau
menimbulkan kematian maka hukuman bagi si pelaku akan lebih berat yaitu 15
tahun penjara. Tetapi apabila tidak menimbulkan luka berat maka hukuman yang
dikenakan bagi si pelaku adalah hukuman ringan," ujar Kasandra.
Dia
melanjutkan, tindak pidana pelecehan seksual yang dilakukan oleh seseorang
terhadap orang lain yang bukan istirinya merupakan delik aduan. Maksudnya
adalah bahwa hanya korbanlah yang bisa merasakannya dan lebih berhak melakukan
pengaduan kepada yang berwenang untuk menangani kasus tersebut.
Hal
pengaduan ini juga bisa dilakukan oleh pihak keluarga korban atau orang lain
tetapi atas suruhan si korban. Cara mengajukan pengaduan itu ditentukan dalam
pasal 45 HIR dengan ditanda tangani atau dengan lisan. Pengaduan dengan lisan
oleh pegawai yang menerimanya harus ditulis dan ditanda tangani oleh pegawai
tersebut serta orang yang berhak mengadukan perkara.
Adapun
mengenai delik aduan dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu: delik aduan absolut
dan delik aduan relatif.
Delik aduan
absolut adalah delik (peristiwa pidana) yang hanya dapat dituntut apabila ada
pengaduan. Dan dalam pengaduan tersebut yang perlu dituntut adalah peristiwanya
sehingga permintaan dalam pengaduan ini harus berbunyi: “saya meminta agar
tindakan atau perbuatan ini dituntut”.
Delik aduan
absolut ini tidak dapat dibelah maksudnya adalah ke semua orang atau pihak yang
terlibat atau yang bersangkut paut dengan peristiwa ini harus dituntut. Karena
yang dituntut di dalam delik aduan ini adalah peristiwa pidananya.
Delik aduan
relatif adalah delik (peristiwa pidana) yang dituntut apabila ada pengaduan.
Dan delik aduan relatif ini dapat dibelah karena pengaduan ini diperlukan bukan
untuk menuntut peristiwanya, tetapi yang dituntut di sini adalah orang-orang
yang bersalah dalam peristiwa ini.
Dari paparan
panjang di atas, Kasandra coba memberikan penjelasan lebih konkrit di mana menurut
dia, pada intinya telah terjadi sebuah tindak pidana kekerasan terhadap seorang
anak, melibatkan tindak penganiayaan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh
12 orang secara bersama-sama yang mana para diduga pelaku masih berusia remaja.
"Nah,
dari itu semua, tinggal dilihat dari kalimat tersebut kata per kata untuk
dibuktikan unsur pelanggarannya. Menurut saya pada kasus ini bisa dikenakan
beberapa pasal sekaligus, yaitu penganiayaan, kekerasan, dan kekerasan
seksual," tegasnya.
Namun, untuk
memperjelas semuanya, Kasandra menjelaskan kalau dirinya harus memeriksa korban
dan 12 pelaku untuk bisa memastikan apakah semua unsur terpenuhi. "Apabila
terpenuhi, maka sanksi hukumannya bisa 15 tahun dengan demikian keadilan
restoratif tidak dapat diusulkan untuk kasus ini," sambung Kasandra.
Bahkan,
tidak berhenti di 3 tindakan kejahatan yang diperkirakan bisa dijatuhkan ke
para pelaku, Kasandra juga melihat UU ITE bisa menjadi hukuman tambahan di
kasus ini.
"Disebut-sebut,
masalah awal penganiayaan ini adalah masalah asmara. Informasi yang beredar,
kakak sepupu korban adalah mantan pacar dari pelaku penganiayaan. Mereka saling
berkomentar melalui media sosial hingga pelaku dan teman-temannya menjemput
korban dan melakukan penganiayaan. Dengan begitu, ada UU ITE juga berperan di
sini. Kena pasal berlapis," tambahnya.
Dia juga
menegaskan, ada upaya pelemahan hukum. "Kalau saya melihat kasus ini, ada
upaya menarik kasus ini ke mediasi untuk memanfaatkan celah hukum. Tapi, yang
penting sekarang ialah harus menguatkan proses pemeriksaan dan penegakan hukum
secara maksimal demi keadilan," pungkas Kasandra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar